Kamis, 04 November 2010

SURAT (DARI) PENSIL

Seorang gadis menemuiku pagi tadi, sekotak pensil ada ditangannya, “Ini untukmu” ujarnya. “Untuk aku”, “Iya, untukmu”,Aku pergi dulu ya, besok akan kutemui kamu lagi disini” Ujarnya. Aku tertegun,” Terima kasih”..”hmm gadis yang aneh”, bathinku.

Kado yang indah, ada pita pink dan setangkai mawar. Kubuka kado itu, ada lima batang pensil warna warni. Semua mata pensil menatapku, sambil tersenyum manis. Mirip senyuman gadis tadi. “Heyyy jangan lama-lama menatap kami, ini ada surat kecil untukmu” Ujar mereka kompak, “Surat?”, Untukku?” “Dari siapa?”. Tanyaku bertubi. “Surat untukmu dari kami, gadis itu yang menulisnya”, “Bacalah!”

Kujamah, kubuka, kubaca surat itu:

“Selamat pagi sahabat. Semoga baik, kabarmu hari ini!

Kami inginkan dirimu menjadi seperti kami pensil-pensil kecil ini.

Engkau bakal bisa melakukan banyak hal yang hebat,

namun jika kau mau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan seseorang.

Engkau akan menderita tiap kali diruncingkan,

kau butuh itu, agar bisa menjadi pensil yang lebih baik.

Engkau bakal bisa mengoreksi tiap kesalahan yang mungkin kau lakukan.

Ingatlah, bagian terpenting dari dirimu itu ada di dalam.

Pada tiap permukaan dimana engkau digunakan,  

tinggalkanlah jejakmu, sebab apapun kondisinya,  

kau harus terus lanjutkan menulis”

Salam,

Pensil Pensil Kecil

Sesaatku tertegun sambil menarik dalam dalam nafasku, “Hmmm..apa yang akan kukatakan padanya besok”? (f)

Insirated by Catatan Al-Hoema, Facebook

 

Rumah Dialog, 28 Oktober 2010

LABA LABA BERMATA UNGU

Aku laba laba jantan bermata ungu

berdiam di kaki angkasa yang jauh

memintal sarung sutra

dari sum sum tulangku

 

Aku pertama dari empat yang ada

kakakku satu saja perempuan penuh berkah

dua yang tersisa jantan semua

 

Aku jantan yang terbuang jauh

mengulur serat-serat putih

merajut lingkaran satu satu

 

Aku bersua angkasa di januari

bulan penuh basah

daun daunpun bersorak menyapa:

selamat datang laba laba kecil

selamat berjuang untuk tiada

 

Aku menari sendu merasai bayu

berdiam di ayunan dekat gubuk

menunggu serangga hijau lumut

dalam jarak yang tak jauh

satu sentimeter saja

 

Aku laba laba jantan bermata ungu

jejakan kaki ringkih

lima belas kilo yang jauh

terjebak kerangkeng barak serdadu

terpaku nasib di penjara penuh tipu

 

Dua kemarau saja

aku terbawa angin beliung

terbangkan aku yang dendam

yang miris lihat kumbang

kodok dan awan yang kecil

 

Dari kejauhan malam tadi

mereka lantang berkata

Cukup sudah !!

 

Waroeng KIRI, 2005

Minggu, 31 Oktober 2010

MAKHLUK DARI RAWA-RAWA ITU, LEBIH BAIK DIBUNUH MATI SAJA


Saya tiba di Alor, meniti tanah Mali bandara kecil yang menjemput. Mobil ambulance tua yang saya tumpangi tiba di Teluk Mutiara. Disini saya lalui waktu sepekan melepas penat Kupang, nikmati suasana laut yang tenang tanpa hingar bingar musik dan panas yang melengket di baju.

Dari Manaseli hingga Rawa-Rawa
 Ina bobo oo ina bobo, kalo tidak bobo, digigit nyamuk.”,  sontak gelak tawa menggelegar. Hari itu, Selasa 19 Oktober 2010, sekolah bersama dilangsungkan. Partisipatory Learning And Action (PLA) untuk calon Fasilitator Malaria tingkat Kecamatan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Pelatihan yang digagas Dinas Kesehatan Kabupaten Alor merupakan metode pelatihan yang belum lama ini di kembangkan UNICEF, model pendekatan ini berhasil di Halmahera Maluku dan kini ada di Nusa Tenggara Timur.

“Kami datang dari Manaseli. Manaseli artinya tempat yang jauh. Di manaseli, warga kami banyak demam dan mati dimangsa Tiping. Tiping itu Nyamuk, jadi kalau bertemu nyamuk jangan hanya di kebas tapi dibunuh mati. Bakal tiping biasa hidup di rawa-rawa”  

Mereka kaum biasa dari kampung yang jauh, ada yang datang dari Pulau Pantar, kampung kampung di balik bukit Kalabahi. Mereka datang dengan menumpang kapal motor, oto bis. Di kalabahi kisah kebersamaan itu terjadi. Lima kelompok terbagi habis ada Manaseli, Tiping, Demam, Jentik dan Rawa-rawa. Tiping dalam salah satu bahasa lokal di Pulau Alor berarti Nyamuk. Jentik nyamuk umumnya hidup di Rawa-Rawa dan dari rawa rawa tiping dewasa terbang leluasa, mereka seperti drakula mengisap darah darah warga.

Semula peserta menganggap PLA seperti pelatihan yang sudah-sudah, jenuh, ceramah dan melelahkan. Ternyata, semua terpatahkan PLA sungguh jauh berbeda, ini lebih dari sekedar pelatihan, ini Sekolah Belajar Bersama. Seluruh peserta menjadi juru bicara untuk dirinya sebab masing-masing punya pengalaman terbaik dan unik, semua peserta adalah Narasumber.

Mereka saling berbagi pengalaman tentang situasi Malaria di tempat mereka masing-masing, membicarakan tentang vektor dan epidemologi malaria dalam bahasa sehari hari. Peserta tampak menyukai sekolah bersama ini, tak ada istilah tinggi dipakai, semua ditantang gunakan bahasa lokal, dialek lokal. Kemampuan peserta diukur bukan dari kehebatan mereka menghafal sejumlah kata ilmiah dan medik tetapi sejauhmana mereka mampu menerjemahkan hal hal yang “ruwet” itu lewat bahasa keseharian warga di tempat mereka bermukim dan bertugas.

Hantu itu bernama “Malaria”
Sesekali mereka saling berdebat demi sebuah jalan keluar bersama yang terbaik, mereka lebih sering bergumul dengan kelompok, saling bercerita, menyalin dan menggambar. Ketika memasuki hari ketiga, seluruh peserta melakukan penelusuran desa. Saya ingat betul bagaimana suasana bathin saya pribadi di lapangan. Di pinggang pantai itu, tengah terik mentari yang mengguyur, satu persatu warga berkumpul, berjejer melingkar, “Bapa mama kita duduk di bawah saja, ta usa korsi” Sapa Sebastian, pemimpin di kelompom yang saya dampingi, “Begini bapa mama kami mau tanya bapa mama, tau tidak apa itu Malaria?” “Kami tau itu penyakit yang buat orang mati banyak disini” Jawab salah seorang Warga.  “Bapa tau tidak, gejala malaria” tambah Sebas. “Iya bapa kami tahu, kalo kena penyakit malaria, kepala sakit, ulu hati pedis, demam demam dan mual”  Warag serempak menjawab.

Perjalanan menelusuri dusun sungguh mengasyikan, banyak rawa rawa yang dijumpai. Kami kian menyadari bahwa Malaria benar benar menjadi hantu yang menakutkan bagi warga semua kampung di Alor. Alor menjadi bagian dari wilayah di NTT yang termasuk tinggi angka kematian penduduk karena Malaria. WHO memperkirakan tak kurang dari 30 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dengan 30.000 kematian, sementara NTT menjadi Provinsi yang amat tinggi angka kesakitan akibat Malaria dan salah satunya di Alor.

Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa NTT memiliki angka kesakitan malaria 150 per 1.000 orang per tahun, diikuti oleh Papua, 63,91 kasus per 1000 penduduk per tahun. Di tahun 2004, dilaporkan tidak kurang dari 711.480 kasus malaria klinik terjadi di NTT, dimana 20% dari 75.000 slide darah yang diperiksa positif malaria. Bahkan data Depkes (2000) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 73% kasus yang diobati di puskesmas dan rumah sakit di NTT adalah malaria (Ermi Ndoen)

Malaria berpotensi menular dan diderita warga yang hidup di daerah tropis dan sub tropis. Penularan penyakit malaria dari yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk berkembang biak dalam tubuh nyamuk dan ditularkan kembali kepada orang sehat.

Hanya Rindu Ngiang Dorakado
Tanpa terasa pelatihan PLA itu telah berakhir. Kini mata saya terpaku membaca Mali, plang bercat putih bandara itu, waktu sungguh berlari. Mali, terminal yang menjemput dan mengantar pulang itu kini telah jauh, hanya rindu ngiang dorakado. Kenangan terserak dalam benak tentang mereka yang datang dari tempat yang jauh, teluk elok, sup ikan gurih serta kisah tak terlupa di aula kota Kalabahi. Sambil mengusap keringat dan lengket debu dijidat, kaki saya meniti turuni tangga-tangga baja, gemuruh baling-baling sekejab senyap. Dari tempat yang jauh masing jelas terngiang ucapan para peserta, “Nyamuk jangan hanya dikebas, kalau ada Nyamuk, lebih baik dibunuh mati saja” (f)

Rabu, 27 Oktober 2010

MBAH MARIDJAN (TIDAK) MATI KONYOL

Dua facebooker di Facebook saya berkomentar, “konyol, hanya untuk pengkultusan seorang Maridjan? orang berani mati itu banyak, tapi orang yang berani hidup sangat langka. (Eka Hiroshi), sesaat memberi tanggapan atas kematianWahyu Nugroho, Jurnalis Viva News karena niat suci menyelamatkan Mbah Maridjan (27/10)
 
Seorang lainnya mengumpat, pelajaran yang aneh buat manusia yang konyol, sudah tahu gunung mau meletus tapi gak mau pergi. tuhan ngasih manusia otak buat apa” (Alen Nizametal). Memberikan komentar perihal status Facebook saya “Perginya Sang Pemimpin: Sebuah pelajaran Terhebat Hari ini” (27/10)

Sungguh saya terkejut dengan dua komentar ini dan barangkali ada banyak komentar-komentar serupa di Facebook atau media Online lain hari ini. Bathin saya tiba-tiba berucap, “kiranya kelak waktu ketika kematian datang menjemput anda, orang-orang tak mengatakan hal yang serupa”
Saya harus bilang bahwa hari ini orang begitu mudah mengumbar omongan, menuduh orang lain tanpa terlebih dahulu memeriksa latar belakang peristiwa, keyakinan yang hidup di lereng Merapi dan di Keraton Yogyakarta. 

Tidak Mati Konyol
Ketika diwawancarai Viva News, melalui mendiang Yuniawan W Nugroho (25/10), Mbah Marijan bertutur, “Saya masih kerasan dan betah tinggal di sini. Kalau ditinggal nanti siapa yang mengurus tempat ini,” Ia kemudian melanjutkan, “Sebaiknya kita berdoa supaya Merapi tidak batuk” (Viva News.com)

Mbah Maridjan representasi warga kebanyakan. Warga kecil yang telah mati berulang-ulang dan kembali mati hari ini. Maka menjadi begitu sombong ucapan sinis diatas, inilah jaman ketika orang menganggap rationalitas melampaui segalanya. Bagi saya, Mbah Maridjan adalah sosok yang pantas untuk dipanuti, dia seorang pemimpin publik ,minimal bagi publik di lereng Merapi. Ia pemberani yang menunjukan sikap dan kesetiaan tanpa pamrih. Sikapnya sungguh langka di era rational hari ini. 

Ia juga menjadi cerita tentang sosok yang berani menentang titah siapapun, demi tugas pelayanan yang sedang diembanya. Masih teringat tahun 2006, ketika Gunung Merapi mulai aktif. Saat itu semua orang menganjurkan Mbah Marijan untuk mengungsi, termasuk mendiang Gus Dur dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, tetapi Mbah Marijan bersikeras bahkan berjalan meniti lereng Merapi. Entah apa yang ia lakukan tetapi semua orang kemudian tahu bahwa Mbah Marijan melakukan ritual, hingga muncul ucapannya, “tak apa-apa Merapi sedang membuang hajatan saja”.

Hari hari ini ketika Gunung Merapi kembali aktif, Mbah Maridjan melakukan hal serupa, sikapnya tak jauh berbeda dengan sikapnya di empat tahun silam. Dia, Marijdan bersikeras tinggal di rumahnya, yang jaraknya lebih kurang 4 kilometer dari puncak Merapi. Kepada beberapa jurnalis ia bertutur, “apapun nanti yang akan terjadi saya tidak turun”. Demikianlah akhir kisah hidupnya Mbah Marijan ditemukan mati terbakar dalam posisi orang berdoa di rumahnya pada tanggal 27 Oktober 2010. 

Juru Kunci Merapi
Pria bernama asli Mas Penewu Suraksohargo ini lahir tahun 1927 di Dukuh Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta. Hingga wafatnya ia memiliki seorang Istri bernama Ponirah, 10 orang anak (lima diantaranya telah wafat), 11 orang Cucu dan 6 orang cicit.
Pada tahun 1970 Mbah Marijan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX diberi nama baru, yaitu Mas Penewu Suraksohargo 1. Ia diberikan jabatan sebagai Wakil Mantri Juru Kunci mendampingi Ayahnya yang ketika itu menjadi Juru Kunci Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat pada tanggal 3 Maret 1982, Mbah Marijan diangkat menjadi Juru Kunci Gunung Merapi. Sungguh, hingga ajal menjemput ia sosok yang setia menjalankan tugas yang diembannya.

Para Pembesar Harus Bertindak Benar Agar Alam Tentram
Orang lupa bahwa Maridjan itu bukan saja pribadi yang merdeka tetapi seorang yang telah merelakan kemerdekaannya untuk banyak orang, ia bukan seorang “Pilatus” yang mencuci tangan di saat semua orang membutuhkan sikap seorang pemimpin. Mbah Marijdan menunjukan kesetiaan dan tanggung jawabnya dimana selalu “ada bersama” warganya. 

Diakui atau tidak, Mbah Maridjan itu sosok yang kontroversial disatu sisi dan sangat dekat dengan alam Merapi di sisi lain. Hingga ajal menjemputnya tak sedikit orang yang tetap berlaku sinis, tetapi tak sedikit orang yang menghormatinya. Ia mati bersama warganya, ia tak melarikan diri atau ikut mengungsi, ia setia hingga ajal.
 
Dalam berbagai komentar orang-orang mengatakan, “jika dia seorang pemimpin maka tentu dia mau turun sehingga warganya ikut turun” Secara rational ucapan ini ada benarnya tetapi inilah Misteri, tak seluruhnya bisa terjelaskan, yang pasti Mbah Maridjan tak pernah meminta warganya untuk tidak turun, ia bahkan bertitah agar warga mengikuti saran Pemerintah, “Saya minta warga untuk menuruti perintah dari pemerintah, mau mengungsi ya monggo”. 

Ia menghadap Sang Pencipta dalam sujud kepasrahan, entah apa yang ia doakan tetapi jika menelusuri ucapan-ucapannya, ia tak pernah berhenti menasihati orang untuk selalu panjatkan doa dan suatu ketika ia berkata, “para pembesar harus benar dan bertindak sebenarnya, agar alam tenteram” (detik.com) - Terima kasih Mbah. Selamat Jalan!! (f)

Referensi: Viva News, Detik.Com, Kompas.Com

Selasa, 12 Oktober 2010

LUPAKAN SEJENAK ANGKA ANGKA ITU

Suratmu baru saja tiba, hmm perjalanan yang jauh rupanya, aku merasakan sungguh, suratmu ini begitu lelah. okelah tak mengapa, walau begitu ia sudah tiba dengan selamat dan kini ia ada dalam genggamannku.

SPID!

Sebelum kubalas suratmu, berikan sepotong lagu ini pada Durito, atau perdengarkan saja padanya, jika ia tak sudi menerima bingkisan ini: http://www.youtube.com/watch?v=pJD5kcMP3fM&feature=related

Ini pesan terbaru dariku untuknya, katakan ini padanya:

apa yang kita lawan sejak lampau; bukanlah melawan siapa-siapa meski memang untuk siapa-siapa (juga) bukanlah kepada siapa-siapa melainkan kepada sesuatu-sesuatu. Kedengarannya absurd tetapi sesungguhnya sesuatu yang kumaksudkan ini, diam bersembunyi di dalam diri siapa-siapa. Dan, kita berjuang untuk membangunkannya, menjadikannya ada dan setelahnya seluruh kita bahagia selamanya.

“ Bagai kotoran. Disana aku ada. Disana aku menggali. Disana aku membenamkannya. Aku? Dimana? Aku ada. Aku tak ikut terbenam. Itulah aku, diriku, Scaribo, kumbang paling rupawan, dari segala jenis kumbang, termasuk kumbang-kumbang seperti dirinya..” Hehehehe

Katakan padanya, “ini bukan tanah Mexico, jangan dia kira dengan segepok teorinya, ia mampu mengubah pulau-pulau ini. Aku, Scaribo, meng-ilhami lagu ini, tapi tak seluruhnya harus ku-tanah-kan: karena tanah airku bukanlah tanah Mexico”

SPID!

Sudah ku-preteli suratmu, telah kulumat habis isinya. Aku bertanya pada-mu: apakah hanya untuk 10.10.10 kau undang aku? Kuharus katakan ini padamu: “..di sini angin kencang kembali berhembus; terik panas kembali menyengatku; sedang kuseka bulir bulir keringat yang tumpah. Sesaat setelah suratmu tiba, aku tengah berkemas dan memanggul ransel..”

Aku tertawa membaca sepotong catatan-mu, maaf, aku diam-diam meledekmu. Kau tampak takut. Tidak! Aku slalu ada, ini hanyalah setangkai cara. Bertempur caraku mirip dirimu yang sedang tumpangi gelombang ombak di atas busur panah papan-papan Sky di Kuta.

SPID!

Disini bagai dongeng yang merintih, ketika cuil-cuil gairah ikut terkubur. Orang-orang sesak, mereka muak dengan ucapan dan teori-teori; mereka hanya ingin terbebas segera dari belenggu dan tipu daya. Segala orang sedang gelisah; bibir-bibir mereka tercekak. Seluruh gunung sedang kuburi semua mimpi.

Maka, kuingatkan kau: “..jika disana kau dapati hal yang serupa, bolehlah kau larut bersama, tapi janganlah ikut terhanyut. Jikalau, angin dari atas kuat berhembus, maka segera gali lubang-lubang pertahanan.: katakan pada tanah, kau karib terbaikku, yakinlah. tanah tak akan sungkan membantumu kelak..”

Disini, aku terheran-heran; tak sedkit yang memandangku cakrawala mereka: “..maka aku menjadi begitu tak setuju padamu, ketika kaupun serupa. aku bukanlah panglima perang atau ahli strategi itu? Aku hanyalah seekor kumbang, yang berjuang dengan naluriku” Masih kusimpan sajak terakhirmu. Ini sajak yang mengerikan kukira:

Aku bersua angkasa di januari
bulan penuh basah
daun daunpun bersorak menyapa:
selamat datang laba laba kecil
selamat berjuang untuk tiada…

Sajakmu ini, peta jalan itu. Melingkari tembok tembok; seribu kali masuki arus sungai yang mengalir; tundukan hewan-hewan air yang buas lalu tiba dan menjadi tiada. Hmm, kusetujui ini.

Akan kukirimkan utusan untuk menemuimu sebelum 101010. Saatnya hampir tiba. Aku kini masih berada di tepian jurang yang lebar menganga. Sedangkan, arah jalan menuju rimbamu, penuhlah jalan yang berkelok, harus melompati tembok, menyusuri seluruh lintasan sungai sungai. Jika kau memang ingin aku ada, maka lupakan angka-angka itu sejenak dan tunggulah aku.

Ku-akhiri suratku ini, sembari menyeruput kopi dan nada nada ini (oh iya, lagu ini bingkisan dari sahabat terbaikku)

http://www.facebook.com/profile.php?id=1410621473&v=app_2392950137#!/video/video.php?v=108764129185358

Salam paling Karib dariku,
Kumbang tanah paling rupawan,

SCARIBO

Catatan: Scaribo, berasal dari kata Scarab, sejenis kumbang yang hidup dekat kotoran (binatang/manusia) dan membuat lubang-lubang disekitarnya. dalam tradisi bangsa mesir sejak era firaun, scarab dianggap mistik.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Beberapa Istilah Mengenai Brand

oleh : Istijanto Oei

Brand/Merek meskipun kedengarannya simpel –hanya berupa nama atau logo yang berguna untuk mengidentifikasi dan membedakan diri dari pesaing– namun kalau dikaji lebih jauh, makna dan impeknya ke dalam diri konsumen bisa sangat dalam. Tak heran, para pakar di bidang merek mencoba melihat merek dari berbagai sisi. Dari sinilah muncul banyak istilah atau ukuran berkaitan dengan merek, seperti brand awareness (seberapa besar suatu merek dikenal di otak konsumen), brand preference (apakah suatu merek disukai), brand personality (bagaimana sifat suatu merek kalau diumpamakan sebagai manusia), brand image (seberapa bagus atau buruk citra suatu merek dipandang konsumen) sampai brand equity (seberapa besar nilai suatu merek).



Berkaitan dengan pertanyaan pak Soni, ada empat istilah yang ingin diketahui yaitu brand attachment, brand involvement, brand commitment dan brand self expression.



Brand attachment menggambarkan seberapa kuat kelekatan atau ikatan (bonding) suatu merek dalam diri konsumen secara kognitif, emosi (perasaan) atau spiritual. Merek yang memiliki brand attachment tinggi membuat konsumen merasa dirinya lekat dengan merek itu secara emosional. Konsumen juga akan menghubungkan dirinya dengan merek itu. Untuk memudahkan penjelasan, sebagai contoh di sini adalah merek klab sepakbola. Penggemar merasa memiliki ikatan batin dengan klab tertentu dalam hatinya. Misalnya penggemar Manchester United (MU) merasa memiliki brand attachment dengan MU. Begitu nama MU disebut, muncul perasaan ada hubungan dengan MU.



Ikatan suatu merek dengan konsumen juga dapat dilihat lebih dalam lagi dari segi keterlibatannya terhadap merek (brand involvement). Brand involvement menunjukkan seberapa penting suatu merek dalam diri konsumen. Brand involvement yang tinggi mampu menggerakkan konsumen untuk terlibat lebih jauh dengan merek. Sebagai contoh, kalau MU datang ke Indonesia, penggemar yang memiliki brand involvement tinggi sudi terlibat lebih jauh karena merasa MU sangat penting bagi dirinya. Misalnya menjadi panitia sukarela menyambut MU.



Bagaimana dengan brand commitment? Brand commitment menggambarkan dedikasi konsumen terhadap suatu merek (affective commitment) dan juga seberapa besar tekad konsumen untuk terus mau memiliki hubungan yang kuat dengan suatu merek (continuance commitment). Konsumen yang memiliki brand commitment tinggi tidak membagi komitmennya dengan merek lain. Sebagai contoh penggemar MU mau berjuang untuk MU, hanya membela MU, atau melakukan sesuatu yang lebih untuk membuat MU semakin berjaya.



Istilah-istilah di atas menunjukkan bagaimana suatu merek bisa memiliki hubungan atau kelekatan yang kuat dalam diri konsumen. Kelekatan dalam diri konsumen (internal) yang kuat ini dapat diungkapkan ke luar (eksternal). Inilah makna brand self expression. Sebagai contoh untuk merek MU tadi. Penggemar kemudian mengungkapkan (ekspresi diri) dengan memakai kaos merek MU, handuk MU, mug MU, dan pernak penik MU lainnya. Konsumen tidak malu, sebaliknya justru memamerkan atau terang-terangan mengekspresikan diri dengan merek itu. Merek yang memiliki brand self expression tinggi membuat konsumen merasa bangga dan mengungkapkannya. Merek Harley Davidson juga memiliki brand self expression yang tinggi sehingga konsumen yang memakai dengan bangga menunjukkan jati dirinya sebagai bagian dari Harley Davidson. Inilah kekuatan merek yang dahsyat sehingga bisa masuk dalam diri konsumen secara dalam. Merek tidak hanya sekadar nama namun bisa merasuk di aspek kognitif, psikologis, spiritual, atau emosi konsumen. Semoga uraian ini menambah wawasan dan pemahaman tentang merek.



Istijanto Oei, faculty member Prasetiya Mulya, konsultan bisnis dan penulis buku “Marketing For Everyone”, www.istijanto.com