“Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada Saudara-saudaraKu, supaya mereka pergi ke Galilea, dan disanalah mereka akan melihat Aku.” (Matius 28:10)
WAKTU sekejab berhenti, pagi yang cerah 10.25 Wita. Sejarahpun berlabuh di ujung Juni 2010. Rabu, hari yang memendam misteri tentang sosok yang saban subuh selalu panjatkan doa. Sungguh dia telah siap. Jumat pertama, pukul 15.00 Wita, 02 Juni 2010 Sang Bapak menyatu dengan tanah, kembali kepada abu di Lekosoro, tanah air yang dicintainya, tana Ngada, tana Bajawa. “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada Saudara-saudaraKu, supaya mereka pergi ke Galilea, dan disanalah mereka akan melihat Aku.” (Matius 28:10).
SAAT-SAAT TERAKHIR
Pagi itu suasana rumah berlalu seperti biasa. Dari dalam kamarnya masih terdengar senduk dan piring yang beradu. Bapak Mathias sedang makan, badannya agak hangat pagi itu, sedikit pilek, jadi Bapak makan di kamar tidurnya saja. Malam sebelumnya ia masih bersenda gurau dengan anak-anak sambil menonton televisi.
Sebelum berangkat, seperti biasa, ia bangun pagi subuh lalu berdoa. Saya sendiri di ruangan tengah tak berapa jauh dari tempatnya duduk. Sesaat nafasnya memburu, badannya tak sanggup menopang tubuhnya. Saya lalu memeluk, memanggil nama, mengusap dada dan wajahnya. Segera Mama tiba di kamar dan selanjutnya seluruh Anak-anak (kecuali Pelti yang masih di Denpasar) serta sanak saudara, ponakan dan cucu-cucunya, Tanta Yuli, Len, Mia, Joni, Rius dan lainnya. Inilah waktu terakhir, waktu yang seolah berhenti dan dengan sangat tenang, ia menarik nafasnya lalu pergi. Ia dijemput para Malaikat menjumpai Allah yang sangat ia Cintai.
Demikianlah, ketakutan kepada maut dikalahkan dengan manis dan dia telah membuktikannya. Dalam damai ia berjumpa Sang Khalik. Maut terasa akrab. Kematian yang tenang. Demikianlah sabda Tuhan, “Akulah kebangkitan dan kehidupan; barangsiapa percaya kepada-Ku akan memperoleh kehidupan yang kekal”.
JEJAK LANGKAH
Mathias Wangge. Bagi yang pernah mengenalnya akan bilang, “Pak Mathias itu wataknya keras”, namun dibalik semua itu terpendam nilai-nilai luhur yang layak untuk diikuti. Ia memancarkan kebijaksanaan, pendoa, cerdas, ulet, disiplin, penuh semangat dan berpegang pada prinsip. Banyak sekali nilai hidup yang bisa dijadikan teladan. Selain memang sebagai manusia biasa ia tak sempurna, banyak kekurangan, kelemahan selama hidup. Almarhum Bapak Mathias Wangge, dilahirkan di kampung Serowaru, wilayah di perbukitan yang hijau tanggal 23 April 1941. Buah kasih dari Almarhum Bapak Lukas Lobo dan Almarhumah Mama Juliana Bhoa. Bapak Mathias memiliki lima orang saudara kandung, dan tiga saudara serta Ayahnya telah mendahuluinya sejak Almarhum kecil.
Di Bajawa saat-saat awal bertugas ia tinggal bersama Om Nadus Tibo, lalu mengontrak rumah dibeberapa tempat seperti di tempatnya Bapak Philipus Kila. Kemudaan beliau saat itu dan visinya yang kuat menghantar dia untuk membangun kehidupan dengan membeli tanah secara cicil. Ia kemudian membangun rumah pondok di jalan Gajah Mada (Rumah Duka) dan rumah inilah terminal bagi seluruh sanak saudaranya yang merantau ke Bajawa. Bersama sanak saudaranya ia membangun kehidupan yang baru ada Frans, Yosep Woda, Andreas Ndori hingga generasi Johny Raja dan seterusnya.
Di sekitar tahun 1975, Bapak Mathias Wangge mempersunting Mama Modesta Ungga Nusa dan usai menikah menetap di Bajawa. Anak pertama beliau Petra, lahir 1975 (kini bekerja di Bajawa), lalu Faris, 1978 (bekerja di Kupang), Fami, 1980 (bekerja di Bajawa) dan si bungsu Pelti, 1989 (Kuliah di Fak Matematika IPA Univ Udayana Bali.
Ia kemudian pensiun dari kedinasan di Kejaksaan Negeri Bajawa per 1 Mei 1997, lebih kurang 13 tahun lalu. Separuh masa pensiun ia banyak menghabiskan waktu dengan kembali menyambangi kampung tanah kelahirannya di Serowaru. Namun, kesehatannya memburuk di sekitar tahun 2003, Bapak Mathias terkena stroke. Selama tujuh tahun ia tak lagi bisa kemana-kemana seperti dulu. Namun, kesehatannya berangsur-angsur mulai pulih. Sehingga ketika ia wafat banyak orang yang tak percaya.
Dari kecil hingga wafat ia memiliki seorang saudari, Mama Anastasia Lani yang kini menetap di Wolowaru. Bapak Mathias Wangge adalah anak sulung, laki-laki pertama dan Mama Anastasia adalah anak ke empat. Almarhum Lukas Lobo, ayahnya telah wafat 60-an tahun lalu saat Bapak Mathias masih sangat kecil. Bapak Mathias sendiri ketika masih hidup mengakui bahwa ia sendiri tak mengenal lekat wajah Ayahnya, karena ditinggal mati sejak masih sangat kecil. Ia dan saudarinya kemudian hidup bersama Ibunya di Dusun Serowaru, Desa Liabeke (Lio Timur) hingga memasuki Sekolah Rakyat (SR). Memasuki kelas 1 SR ia diboyong Pamannya Almarhum Simon Kunu ke Lio Utara (Desa Tendoleo) dan bersekolah disana hingga kelas 3 Sekolah Rakyat Pisa-Lio Utara. Bapak Mathias menetap di Lio Utara selama 3 tahun.
Memasuki kelas 4 SR, ia pindah ke Watuneso hingga kelas 6 (tamat) di Watuneso beliau tinggal bersama Pamannya Laka (Ame Laka). Sekitar tahun 1961-an usai menamatkan SR di Watuneso, beliau kembali ke kampung Serowaru. Bapak Mathias sosok cerdas. Ia selalu menggondol juara pertama sejak SR, sehingga talenta dan kemauannya yang besar berhasil mengubah nasibnya. Keinginan dan dukungan luar biasa dari Mamanya serta seluruh Om-Omnya saat itu menghantar Bapak Mathias untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Guru Atas (SGA) Ndao dan tinggal di Asrama Ndao hingga tamat.
Bisa dibayangkan seorang anak yatim, anak petani bisa bersekolah saat itu adalah sesuatu yang tak lazim. Namun, Bapak Mathias mendapat kesempatan ini. Semua ini terjadi karena kehendak Tuhan dan uluran tangan seluruh keluarga. Mereka membantu dengan caranya masing-masing. Selama hidup dalam nasihatnya Bapak Mathias, selalu menekankan pentingnya membangun relasi yang hangat dengan keluarga. Keluarga besarlah yang membuatnya bisa menjadi orang.
Setamat SGA Ndao, hasratnya untuk menimba ilmu amat kuat. Ia lalu melanjutkan kuliah di Ende, sempat mengikuti perpeloncoan selama (kini Ospek), namun ketiadaan biaya dan kesempatan untuk menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS), mengurungkan niatnya. Bapak Mathias Wangge lalu mengikuti testing PNS dan Lulus. Ia kemudian diberikan alternatif untuk memilih tempat tugas di Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Negeri Kupang dan Ngada. Dengan pertimbangan ingin dekat dengan keluarga, maka iapun bertugas di Kejaksaan Negeri Bajawa.
SINGA NGADA
Bapak Mathias Wangge diangkat menjadi PNS pada Kejaksaan Republik Indonesia- Kejaksaan Negeri Bajawa, sejak tanggal 1 April 1963 dengan SK Kepala Cabang Kejaksaan Tinggi Kupang No: 12/tk.2/Up.1 tanggal 2 April 1963. Bapak Mathias Wangge mengabdi selama 34 Tahun 1 Bulan dengan jabatan terakhir Kepala Sub Bagian Pembinaan Golongan IV A. Pengalaman terbaiknya ketika bekerja di Kejaksaan adalah di bagian Intelijen dan Politik selama 26 tahun. Posisi yang sungguh kuat ditambah dengan kondisi pemerintahan zaman itu. Ini yang membuat nama beliau dikenal luas masyarakat Ngada saat itu, bahkan dalam menangani kasus-kasus Perdata maupun Pidana, sosoknya yang prinsipil dan tegas membawa dirinya mendapat julukan Singa Ngada.
SELAMAT JALAN
Almarhum Bapak Mathias Wangge yang kita kenang adalah sosok yang luar biasa, putra terbaik Bangsa. Kepergiannya pada pagi yang cerah, Rabu 30 Juni 2010 menghentak semua orang. Seolah membantah kenyataan, semua mengatakan tak percaya, tidak saja sanak kerabatnya namun bagi Mama Modes, Petra, Faris, Fahmi dan Pelti (keempat anaknya). Rencana Tuhan sungguh berbeda dengan rencana manusia. Tuhan sangat mencintai Bapak Mathias sama seperti Bapak Mathias yang begitu mencintai Tuhan yang menciptakannya.
Mengenang Bapak Mathias Wangge adalah mengenang sosok yang selalu menekankan Doa dalam segala aktivitas. Doa tak saja ia katakan tetapi juga ia lakoni. Setiap pagi Bapak Mathias selalu menyempatkan waktu untuk berdoa dan pada pagi hari yang indah itu ia juga masih menyempatkan waktu untuk berdoa. Setiap kali bicara Bapak Mathias selalu menekankan hal-hal luhur, “Ingat hiduplah yang jujur, kalau orang punya itu orang punya, jangan mengambil hak milik yang bukan kepunyaanmu” Nasihatnya.
EPILOG
Kini tubuhnya terbaring tenang di Lekosoro, rumah peristirahatannya yang terakhir. Ia dikebumikan di Jumat pertama pukul 15.00 Wita waktu yang selalu di Impikannya. Ia telah menemukan mimpinya. Sebagai orang yang beriman semua kita percaya dan terus berdoa agar dia bahagia di Surga bersama seluruh malaikat dan Tuhan Allah yang Kudus. SELAMAT JALAN Opa, Bapak, Om, Kakak MATHIAS WANGGE (fariswangge/Dari Buku Kenangan-Mengenang 5 Hari Wafatnya Almarhum Bapak Mathias Wangge)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar